AINUN

Selasa, 19 Februari 2013
Sudah nonton Habibie & Ainun?
Menurut saya, Habibie adalah seorang sosok ideal yang berhasil di dalam tiga bidang: teknologi, nasionalisme, dan cinta. Sebenarnya impian Habibie itu sangat sederhana: dia ingin Indonesia memiliki teknologi pesawat terbang karya anak bangsa. "Pokoknya, Indonesia harus bisa buat pesawat sendiri!", saya yakin kalimat itu yang selalu terpatri di dalam benak Habibie. Dengan niat yang baik dan dibarengi dengan kerja keras, Tuhan memberikan jalan.

Konon katanya, di samping laki-laki sukses, ada perempuan yang senantiasa setia mendampingi. Saya yakin berlaku sebaliknya: di samping perempuan sukses, ada laki-laki yang senantiasa setia mendampingi. Di sini letak peran seorang Ainun dalam kehidupan Habibie. Ada yang diciptakan untuk berakting di depan layar tapi ada juga yang berperan di belakang layar. Keduanya memiliki peran tersendiri dan sama pentingnya. Saya yakin tidaklah mudah menjadi seorang perempuan; menjadi seorang istri. Terlebih lagi istri seorang teknokrat besar semacam Habibie.

Begini. Bayangkan. Seorang suami pasti menceritakan setiap detail liku kehidupan kepada istrinya. Oh, dan saya yakin tidak ada laki-laki yang suka dengan kecerewetan perempuan. Maksudnya, cukuplah perempuan menjadi pendengar yang baik. Gampang kah? Tidak.

Ketika cerita itu mengalir, secara otomatis, mau atau tidak mau, sang istri akan ikut memikirkan bagaimana seharusnya ia berbuat ke depannya. Walaupun pada kenyataannya, saat proses penumpahan cerita berlangsung, istri hanya bisa manggut-manggut dan berpesan sabar. "Nggih, Mas. Sabar, ya. Pasti ada kok jalannya. Yuk, kita jalani bersama". Pun dengan reaksi seperti itu, sang suami merasa jauh lebih lega walaupun sebenarnya masalah masih ada dan solusi belum ditemukan. Kira-kira seperti itu.

Tidak ada yang salah. Adalah sebuah kewajaran terjadi curahan hati dalam pasangan. Namun, saya mencoba melihat dari sudut pandang perempuan. Ditambah lagi sisi emosional perempuan sangatlah sensitif dan fluktuatif akibat gejolak hormon di dalam tubuhnya yang terjadi setiap jangka waktu tertentu dan terus berlangsung hingga tiba masa menopause.

Nah, bayangkan Anda menjadi Ainun lalu Habibie curhat bahwa dia akan menjadi menristek, dia akan menjadi wakil presiden, dia akan menjadi presiden, dia memutuskan untuk melepas Timor Timur, dan skenario kehidupan lain yang ukurannya tidaklah sekecil biji zarah. Skalanya luar biasa besar. Saya tidak begitu mengamati Habibie dan Ainun dulu, tetapi setelah Ainun meninggalkan dunia ini, saya sadar bahwa Habibie-Ainun adalah satu kesatuan yang saling bersandar.
Saya angkat topi untuk Ainun.
Seorang perempuan luar biasa yang berhasil dengan ikhlas mengerem egonya.
Sesuatu yang melebihi sabar.

0 komentar:

Posting Komentar